Kelompok Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS) telah mengeksekusi
tiga sandera dengan cara mengerikan. Dua sandera asal Amerika Serikat,
bernama James Wright Foley dan Steven Sotloff, sedangkan sisanya berasal
dari Inggris yakni David Haines.
Kemarin, kelompok yang mengaku loyal terhadap ISIS, Jund
al-Khilafa, merilis video eksekusi keempat terhadap warga Prancis, Herve
Gourdel. Stasiun berita CNN melansir, keempatnya dibunuh dengan cara dipenggal.
Menurut analis terorisme CNN, Paul Cruickshank dieksekusi
dengan cara dipenggal dipilih untuk dua tujuan. Pertama, memberikan
energi lebih kepada para pengikut ISIS. Kedua, menyampaikan pesan
propaganda agar musuh ISIS merasa takut.
Kelompok ini sering kali menyandera warga dari negara-negara barat
yang berprofesi sebagai pekerja kemanusiaan, atau jurnalis. Mereka, ujar
Cruickshank, dijadikan sebagai alat oleh ISIS, jika tetap dibiarkan
hidup.
"Mereka akan dijadikan alat untuk tawar menawar bagi kelompok
militan itu, dijual ke kelompok ekstrimis lain, atau meminta imbalan
dengan nilai fantastis," ungkap Cruickshank.
Laman USA Today edisi awal September lalu, menulis Amerika
Serikat dikenal sebagai salah satu negara yang menolak untuk
bernegosiasi, atau membayar uang tebusan kepada kelompok teroris.
Alasannya sederhana, tulis USA Today, karena uang tebusan itu malah akan memicu terjadinya penculikan lainnya dan mendanai aktivitas terorisme kelompok tersebut.
Berdasarkan harian New York Times, kelompok Al-Qaeda dan
sempalannya berhasil mengumpulkan dana lebih dari US$125 juta, atau
Rp1,4 triliun sejak tahun 2008 silam. Angka itu, termasuk US$66 juta,
atau Rp789 miliar yang diperoleh dari uang tebusan tahun lalu.
Hal serupa juga diungkap Duta Besar Amerika Serikat untuk
Indonesia, Robert Blake O. Jr, dalam diskusi terbatas dengan media pada
Rabu malam, 24 September 2014 di Menteng, Jakarta Pusat. Dia menyebut,
metode eksekusi yang dipilih ISIS sengaja untuk menakut-nakuti publik.
"Itu merupakan bagian dari taktik mereka dan AS tidak akan
membiarkan diri kami merasa terintimidasi dengan cara itu. AS harus
melawan kelompok semacam ini," tegas Blake.
Alih-alih membayar uang tebusan dan bernegosiasi, Blake menyebut,
AS terus melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan para sandera yang
ditahan ISIS.
"Sebelumnya, kami memiliki rekam jejak yang baik dalam hal
pembebasan sandera. Memang, tidak banyak yang diselamatkan dari kelompok
ISIS, tetapi kami menyelamatkan banyak sandera dari grup militan
lainnya. Kami tidak akan beristirahat hingga pelaku pembunuhan warga
kami ditangkap dan diadili," tambah dia.
Puluhan disandera
Namun, pertanyaan muncul, berapa jumlah sandera yang masih ditawan
ISIS. Data dari Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) menduga ada sekitar
20 jurnalis yang hilang, ketika bertugas di Suriah. Sebagian besar dari
mereka diduga ditawan oleh ISIS.
Sementara itu, harian New York Post akhir Agustus lalu,
melansir dua pekerja kemanusiaan asal Italia, Vanessa Marzullo dan Greta
Ramelli hilang di kota Aleppo, Suriah. Keduanya ditahan oleh kelompok
radikal lain di Suriah, Ahrar ash Sham. Agar bisa dibebaskan, kelompok
itu menuntut uang tebusan dalam jumlah besar.
Laman The Daily Beast, pada awal tahun ini melaporkan ISIS
turut menawan tiga pekerja organisasi amal Dokter Lintas Batas (MSF).
Ketiganya diculik, ketika tengah berada di sebuah rumah yang digunakan
organisasi itu untuk bekerja di utara Suriah.
Berdasarkan data MSF, stafnya yang hilang berasal dari Belgia,
Denmark, Peru, Swedia, dan Swiss. MSF mengaku sangat berhati-hati dalam
menginformasikan detail hal itu kepada publik, karena khawatir akan
membahayakan keselamatan mereka, atau merusak kesempatan negosiasi bagi
pembebasan stafnya. (asp)
Sumber : Viva.co.id
Terima kasih telah membaca artikel tentang
Dua Alasan ISIS Eksekusi Sanderanya
di blog
Kabar Berita
jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.